Jujur aja, banyak pemilik bisnis kecil sampai menengah yang mikir kalau aplikasi akuntansi itu cuma buang-buang duit. Ngapain bayar langganan bulanan atau beli software mahal kalau kamu bisa catat semua pengeluaran dan pemasukan pakai Excel atau buku kas biasa? Kan selama ini juga jalan-jalan aja, gak perlu teknologi yang ribet.
Kami paham banget pemikiran itu. Rasanya kayak beli blender canggih buat ngocok telur, padahal sendok aja cukup. Uang yang seharusnya bisa dipakai buat stok barang malah keluar buat beli aplikasi akuntansi. Makanya banyak yang akhirnya memilih cara manual. Lebih hemat, lebih sederhana, dan gak perlu ribet belajar pakai sistem baru.
Tapi sebelum kita ngomong lebih jauh soal ribet atau enggaknya, yuk bahas dulu sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan aplikasi akuntansi, dan kenapa banyak orang bilang kamu gak perlu pakai itu buat ngatur keuangan perusahaan.
Apa Itu Aplikasi Akuntansi dan Kenapa Katanya Gak Diperlukan?
Secara sederhana, aplikasi akuntansi adalah alat digital yang bantu kamu nyatet, ngitung, dan ngelola keuangan bisnis secara otomatis. Semua hal yang biasanya kamu lakukan manual, bisa dikerjain sistem ini cuma dengan beberapa klik. Tapi di mata banyak pengusaha, hal ini kelihatannya gak penting.
Soalnya, prinsipnya sederhana: uang masuk dan keluar bisa dicatat pakai cara lama. Catat di buku, totalin pakai kalkulator, dan selesai. Gak perlu ribet install, gak perlu bayar, dan gak perlu takut data dicuri.
Lagipula, banyak yang merasa lebih “nyata” kalau pegang bukunya langsung. Melihat angka di kertas itu bikin lega, seolah kamu bener-bener ngerti kondisi keuangan bisnismu. Jadi, wajar kalau kamu mikir, buat apa repot-repot pakai aplikasi akuntansi yang harus belajar dulu cara gunainnya, sementara manual aja bisa.
Tapi… benarkah semudah itu? Yuk, kita lihat bareng gimana caranya menghitung keuangan perusahaan tanpa aplikasi akuntansi, dan seberapa praktis sebenarnya metode itu.
Cara Menghitung Keuangan Perusahaan Tanpa Aplikasi Akuntansi
Kamu bisa banget mengatur keuangan bisnis secara manual. Banyak pemilik usaha kecil yang selama bertahun-tahun mengandalkan cara ini, dan memang hasilnya tetap bisa berjalan. Prinsipnya sederhana: catat, total, dan cek ulang. Tapi begitu mulai dijalani, kamu bakal merasakan sendiri bahwa “gampang” ternyata punya tantangan tersendiri.
Mencatat Semua Transaksi Harian
Langkah yang paling dasar adalah mencatat setiap transaksi yang terjadi setiap hari. Mulai dari pemasukan hasil penjualan, pembayaran gaji karyawan, hingga biaya operasional seperti listrik atau internet. Kalau dalam sehari ada puluhan transaksi, ya artinya kamu harus menulis puluhan baris data.
Setiap angka harus dicatat dengan teliti. Satu angka yang salah bisa bikin hitungan akhir meleset. Belum lagi kalau ada transaksi yang dilakukan lewat berbagai kanal, seperti tunai, transfer bank, atau e-wallet. Semua harus dicatat secara terpisah supaya nanti mudah dihitung.
Selain itu, menjaga urutan catatan juga penting. Kalau urutannya acak atau ada yang kelewat, nanti saat membuat rekap bulanan, kamu bakal kewalahan mencari tahu transaksi mana yang hilang. Jadi meskipun terlihat sederhana, mencatat transaksi harian itu butuh fokus dan disiplin tinggi.
Memisahkan Transaksi Tunai dan Non-Tunai
Setelah semua transaksi tercatat, langkah berikutnya adalah memilah antara transaksi tunai dan non-tunai. Uang tunai bisa langsung dicatat di buku kas, tapi untuk transaksi non-tunai, kamu harus rajin mencocokkan dengan catatan bank atau bukti transfer.
Setiap selisih saldo harus ditelusuri satu per satu. Kadang penyebabnya cuma salah tulis angka atau lupa mencatat satu transaksi kecil. Tapi efeknya bisa panjang: laporan bulanan bisa jadi keliru, dan kamu bisa salah mengambil keputusan bisnis.
Ini juga berarti setiap kali ada transfer masuk atau keluar, kamu harus rajin ngecek bank statement, memastikan semua tercatat, dan mencari kesalahan jika ada perbedaan. Proses ini sering terasa memakan waktu, apalagi kalau jumlah transaksi banyak.
Membuat Rekap Bulanan
Setelah semua transaksi harian terekam dengan rapi, kamu harus bikin rekap bulanan. Caranya dengan menjumlahkan semua pemasukan dan pengeluaran, lalu menghitung selisihnya untuk mengetahui apakah bulan itu bisnis kamu untung atau rugi.
Tapi jangan lupa, satu kesalahan kecil di catatan harian bisa membuat perhitungan bulanan meleset. Misalnya, salah ketik angka 500 jadi 50. Dampaknya kecil saat melihat catatan harian, tapi saat dijumlahkan seluruh bulan, selisihnya bisa signifikan.
Proses rekap ini juga sering menuntut ketelitian ekstra. Semua angka harus dicek ulang, dibandingkan dengan bukti transaksi, dan disesuaikan jika ada koreksi. Kalau sampai ada yang terlewat, hasil akhirnya bisa menyesatkan.
Menyusun Laporan Keuangan
Langkah berikutnya adalah membuat laporan keuangan lengkap. Biasanya terdiri dari laporan laba rugi, neraca, dan arus kas. Semua datanya diambil dari catatan dan rekap bulanan yang sudah dibuat.
Kalau ada kesalahan kecil di awal, laporan akhir bisa menipu diri kamu sendiri. Misalnya laba terlihat besar padahal ada biaya yang belum dicatat. Dari sini terlihat, betapa pentingnya konsistensi dan ketelitian saat menghitung secara manual.
Selain itu, membuat laporan keuangan manual memerlukan waktu lebih lama. Setiap angka harus dihitung satu per satu, lalu dimasukkan ke format laporan yang bisa dibaca dan dipahami. Kalau ada revisi atau kesalahan, prosesnya harus diulang.
Menyimpan Semua Bukti Transaksi
Selain catatan, bukti transaksi seperti nota, invoice, atau struk pembayaran juga harus disimpan rapi. Ini penting kalau suatu saat ada audit atau perlu pembuktian transaksi.
Masalahnya, dokumen fisik bisa hilang, basah, atau rusak. Menyimpannya dengan aman saja sudah memakan tempat dan tenaga. Belum lagi jika bisnis berkembang dan jumlah transaksi bertambah, arsip yang tadinya cukup satu laci bisa menjadi tumpukan kertas yang bikin pusing.
Kalau dijalani setiap hari, cara manual ternyata jauh lebih makan waktu daripada yang dibayangkan. Sekali saja kamu lupa mencatat transaksi, urutan dan rekap bulanan bisa berantakan.
Proses cek ulang pun bisa bikin pusing. Misalnya mencari kesalahan angka yang cuma beda seribu rupiah, kamu harus menelusuri satu per satu dari awal bulan sampai akhir bulan. Hal-hal kecil seperti ini bisa bikin kamu stres tanpa sadar.
Pada akhirnya, walaupun semua ini bisa dilakukan tanpa aplikasi akuntansi, perlu diakui bahwa cara manual memerlukan disiplin tinggi, waktu yang banyak, dan perhatian yang terus-menerus. Ibaratnya, kamu masih bisa jalan kaki ke kantor walau ada mobil di garasi. Tapi jelas prosesnya lebih melelahkan dan lambat.
Masih Mau Ngitung Secara Manual?
Sampai di sini, mungkin kamu mikir, “Ah, tinggal catat aja, gak susah kok.” Tapi coba bayangin, kamu lagi ngelola bisnis dengan transaksi ratusan per hari, ada beberapa karyawan, ada tagihan yang harus dibayar tepat waktu, dan ada laporan keuangan yang diminta tiap akhir bulan. Masih yakin mau manual?
Begitu kamu mulai ngerasain padatnya rutinitas bisnis, kamu bakal sadar kalau ngatur keuangan tanpa aplikasi akuntansi itu kayak main tebak-tebakan angka. Hari ini bisa aja lancar, tapi besok bisa stres karena laporan gak balance.
Masalahnya bukan cuma waktu. Ketika semua dilakukan manual, potensi kesalahan jadi jauh lebih besar. Salah satu angka aja bisa bikin laporan rugi jadi kelihatan untung. Dan kalau kamu ambil keputusan bisnis berdasarkan laporan yang salah, dampaknya bisa fatal.
Selain itu, kalau kamu mau tahu kondisi bisnis secara real time, sistem manual jelas gak bisa bantu. Kamu harus buka buku kas, cari catatan bulan lalu, hitung ulang semua total, baru tahu hasilnya. Padahal dengan aplikasi akuntansi, cukup klik satu tombol, semua laporan langsung muncul dengan rapi dan akurat.
Belum lagi soal keamanan data. Catatan manual rawan banget hilang atau rusak. Kertas bisa sobek, tinta bisa pudar, file Excel bisa kehapus tanpa sengaja. Tapi dengan aplikasi akuntansi, semua data disimpan otomatis di sistem yang aman dan bisa diakses kapan aja.
Dan yang paling penting, waktu kamu gak lagi habis buat ngurus angka. Semua pekerjaan perhitungan bisa dilakukan sistem, jadi kamu bisa fokus ke hal yang lebih penting — ngembangin bisnis.
Jadi, masih yakin gak butuh aplikasi akuntansi? Coba pikir lagi. Dulu mungkin kamu merasa aplikasi akuntansi cuma buat perusahaan besar yang punya banyak uang. Tapi sekarang, dengan banyaknya pilihan aplikasi akuntansi yang terjangkau bahkan untuk UMKM, alasan “mahal” udah gak relevan lagi.
Kami tahu rasanya pengen hemat dan gak mau ribet. Tapi justru, dengan pakai aplikasi akuntansi, kamu jadi lebih hemat waktu, tenaga, dan bahkan biaya di jangka panjang. Daripada setiap bulan stres ngitung manual, mending biarin sistem yang kerja, sementara kamu fokus pada hal-hal yang bikin bisnis kamu berkembang.
Mungkin di awal kamu percaya kalau tanpa aplikasi akuntansi, semua bisa diatur dengan cara lama. Tapi begitu kamu lihat betapa rumitnya prosesnya, kamu akan sadar: bukan soal bisa atau gak bisa, tapi soal mau terus repot atau mulai lebih efisien. Karena pada akhirnya, waktu dan ketepatan jauh lebih berharga daripada sekadar “hemat biaya”.
Dan di titik itu, kamu bakal ngerti kenapa semakin banyak pemilik bisnis yang akhirnya bilang: “Kenapa gak dari dulu aja pakai aplikasi akuntansi?”